Namun satu yang absolut adalah bahwa kami berdua - mengawali hidup kami dalam sebuah ruang yang sama dan membagi apapun yang kami punya atau diberikan oleh Ibu untuk sama-sama bisa kami nikmati. Tidak egois pun tidak serakah.
Setiap hal kami arungi bersama. Tak ada secuilpun tentang dia yang saya tak paham. Begitupun sebaliknya. Kami mirip dalam banyak hal. Cara berkomentar, memandang masalah, bahkan menilai kepribadian dan tampilan orang lain. Wajah dan suara pun saling menduplikasi.
Ketika berbincang kami begitu "ajaib". Ada banyak hal yang bisa kami komunikasikan meski tak terungkapkan secara verbal. Saya bisa tahu apa yang akan dia ungkapkan meski di saat itu ide itu baru ada di benaknya. Begitupun dia. Kami terkekeh untuk satu kejadian yang mungkin bagi orang lain terlihat biasa saja. Kami mengerling dan bersitatap untuk satu hal yang diam-diam kami maknai dengan persepsi yang sama. Saat sebuah hal menjadi rahasia yang hanya boleh diketahu kami, maka bahasa andalan kami pun segera diperdengarkan.
Satu saat pernah saya begitu cemburu padanya. Hehe.. mungkin karena merasakan bahwa dia mempunyai banyak kelebihan yang saya ingin memilikinya. Tapi yang pasti, karena pada saat itu saya memiliki jiwa yang kerdil. Dan dia, seperti selalu hanya bersikap tulus meskipun dibarengi dengan rasa marah dan kesal. Hujaman sikap dan kata-kata saya yang tidak mengenakkan hanya disikapi dengan pertanyaan. Dia marah memang. Namun, keesokan paginya dia kembali seperti biasa. Ketulusan dan kebaikan ini menyadarkan saya akan banyak hal dan saya pun belajar banyak. Bahwa ikatan darah dan rasa sayang diantara kami adalah segalanya. Saya tak lagi peduli atas kekurangan saya dibanding dia. Tokh masing-masing kami memiliki kekhasan. Dia istimewa dengan caranya. Sayapun spesial dengan karakter saya :).
Kehadiran dia dalam hidup saya begitu berarti. Selama 30 tahun ini kami sudah dan selalu bersama. Dia selalu ada baik dalam titik terendah ataupun ketika saya tengah menikmati letupan bahagia. Tak pernah terlupa genggaman hangat tangannya ketika saya ketakutan menghadapi proses operasi lengan saya. Juga dukungannya yang begitu menguatkan saat saya gagal dalam ujian pengangkatan pegawai. Serta kata-katanya yang bernas dan tajam yang membuat saya berani dan percaya diri untuk melangkah ke depan. Ijinnya untuk meminjam segala kepunyaannya turut menjadi bukti betapa dia menyayangi saya. Maaf ya, Mbak.. kalau malah kadang-kadang Anti yang suka gak mau minjemin. :).
Beberapa bulan terakhir ini betapa saya merindukannya. Ingin berjalan berdua dan berbincang banyak hal secara lepas dan bebas. Kangen belanja bareng, menikmati kue cubit di pinggir lapangan Mega Kuningan, shopping murah meriah di Blok M, empet-empetan di kereta sambil bercanda dengan Angga -- teman kami yang super dodol, duduk berdua di Indomaret menunggu dijemput Bapak karena sudah tak ada lagi ojek untuk kami, mengitari Ambassador demi mencari baju pesta, dan banyak hal lainnya.
Sebentar lagi, sepertinya Mbak akan pindah. Sedih karena saya akan kehilangan dia. Meski rumahnya tidak seberapa jauh dari rumah kami, tapi pasti saya tak leluasa lagi untuk berbincang dengannya dikarenakan keterbatasan jarak, waktu dan kesibukan kami masing-masing. Namun, bagaimanapun saya bangga dengannya. Kini dia telah memiliki keluarga. Seorang suami dan anak laki-laki yang disayangi dan kami semua sayangi pula. Dia telah naik kelas. Dipercaya oleh Tuhan untuk menjalani sebuah tingkat yang lebih tinggi.
Congratsss ya Mbak.. Semoga bisa segera menyusul :).
I learn a lot from you...
Ketika berbincang kami begitu "ajaib". Ada banyak hal yang bisa kami komunikasikan meski tak terungkapkan secara verbal. Saya bisa tahu apa yang akan dia ungkapkan meski di saat itu ide itu baru ada di benaknya. Begitupun dia. Kami terkekeh untuk satu kejadian yang mungkin bagi orang lain terlihat biasa saja. Kami mengerling dan bersitatap untuk satu hal yang diam-diam kami maknai dengan persepsi yang sama. Saat sebuah hal menjadi rahasia yang hanya boleh diketahu kami, maka bahasa andalan kami pun segera diperdengarkan.
Satu saat pernah saya begitu cemburu padanya. Hehe.. mungkin karena merasakan bahwa dia mempunyai banyak kelebihan yang saya ingin memilikinya. Tapi yang pasti, karena pada saat itu saya memiliki jiwa yang kerdil. Dan dia, seperti selalu hanya bersikap tulus meskipun dibarengi dengan rasa marah dan kesal. Hujaman sikap dan kata-kata saya yang tidak mengenakkan hanya disikapi dengan pertanyaan. Dia marah memang. Namun, keesokan paginya dia kembali seperti biasa. Ketulusan dan kebaikan ini menyadarkan saya akan banyak hal dan saya pun belajar banyak. Bahwa ikatan darah dan rasa sayang diantara kami adalah segalanya. Saya tak lagi peduli atas kekurangan saya dibanding dia. Tokh masing-masing kami memiliki kekhasan. Dia istimewa dengan caranya. Sayapun spesial dengan karakter saya :).
Kehadiran dia dalam hidup saya begitu berarti. Selama 30 tahun ini kami sudah dan selalu bersama. Dia selalu ada baik dalam titik terendah ataupun ketika saya tengah menikmati letupan bahagia. Tak pernah terlupa genggaman hangat tangannya ketika saya ketakutan menghadapi proses operasi lengan saya. Juga dukungannya yang begitu menguatkan saat saya gagal dalam ujian pengangkatan pegawai. Serta kata-katanya yang bernas dan tajam yang membuat saya berani dan percaya diri untuk melangkah ke depan. Ijinnya untuk meminjam segala kepunyaannya turut menjadi bukti betapa dia menyayangi saya. Maaf ya, Mbak.. kalau malah kadang-kadang Anti yang suka gak mau minjemin. :).
Beberapa bulan terakhir ini betapa saya merindukannya. Ingin berjalan berdua dan berbincang banyak hal secara lepas dan bebas. Kangen belanja bareng, menikmati kue cubit di pinggir lapangan Mega Kuningan, shopping murah meriah di Blok M, empet-empetan di kereta sambil bercanda dengan Angga -- teman kami yang super dodol, duduk berdua di Indomaret menunggu dijemput Bapak karena sudah tak ada lagi ojek untuk kami, mengitari Ambassador demi mencari baju pesta, dan banyak hal lainnya.
Sebentar lagi, sepertinya Mbak akan pindah. Sedih karena saya akan kehilangan dia. Meski rumahnya tidak seberapa jauh dari rumah kami, tapi pasti saya tak leluasa lagi untuk berbincang dengannya dikarenakan keterbatasan jarak, waktu dan kesibukan kami masing-masing. Namun, bagaimanapun saya bangga dengannya. Kini dia telah memiliki keluarga. Seorang suami dan anak laki-laki yang disayangi dan kami semua sayangi pula. Dia telah naik kelas. Dipercaya oleh Tuhan untuk menjalani sebuah tingkat yang lebih tinggi.
Congratsss ya Mbak.. Semoga bisa segera menyusul :).
I learn a lot from you...
No comments:
Post a Comment